Minggu, 06 Desember 2009

Perkawinan di Bawah Umur Kena Sanksi Pidana

Departemen Agama sedang merancang UU Terapan Peradilan Agama tentang Perkawinan yang akan menghadang perkawinan di bawah umur dengan sanksi yang jelas.
"RUU ini lebih rinci daripada UU Perkawinan, khususnya tentang sanksi," kata Dirjen Bimas Islam Depag, Prof Dr Nasaruddin Umar seusai Konsultasi Nasional Hukum Keluarga Islam di Indonesia di Jakarta, Selasa.

Sanksi bagi pelaku perkawinan di bawah umur, urainya, mencapai Rp6 juta dan sanksi untuk penghulu yang mengawinkannya sebesar Rp12 juta dan kurungan tiga bulan.

Di pedesaan, lanjut dia, menikah di usia muda lumrah dilakukan, yang menampakkan kesederhanaan pola pikir masyarakatnya sehingga mengabaikan banyak aspek yang seharusnya menjadi syarat dari suatu perkawinan.

"Setelah menikah seorang gadis di desa sudah harus meninggalkan semua aktivitasnya dan hanya mengurusi rumah tangganya, begitu pula suaminya tidak lagi bisa berleha-leha karena harus mencari nafkah," katanya.

UU Perkawinan no 1 tahun 1974, ia menguraikan, menyebutkan laki-laki harus sudah mencapai usia 19 tahun dan perempuan 16 tahun untuk memasuki jenjang perkawinan, namun masih terbuka terjadinya pernikahan di bawah umur melalui dispensasi yang diberikan pengadilan atau pejabat lain.

Ia mencontohkan, di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, terjadi peningkatan angka perkawinan di bawah umur berdasarkan surat dispensasi perkawinan di bawah umur yang diajukan ke Pengadilan Agama Ponorogo.

"Pada 2007 rata-rata 15-19 surat diajukan per bulan, padahal sebelumnya rata-rata 1-3 surat saja per bulan. Jadi perkawinan di bawah umur meningkat 75 persen," katanya.

Akibat perkawinan di bawah umur, menurut dia, terjadi peningkatan angka perceraian atau banyaknya kasus kematian ibu saat melahirkan, selain itu perceraian juga menjadi pintu bagi masuknya tradisi baru yakni pelacuran.

Dalam Kompilasi Hukum Islam, perkawinan bisa dibatalkan bila melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan pada Pasal 7 UU Perkawinan.

"Berdasarkan UU itu maka perkawinan di bawah umur masuk dalam kategori eksploatasi anak, karena seorang anak yang masih dalam asuhan orang tuanya seharusnya mendapatkan kesempatan belajar. Perkawinan di bawah umur jelas merampas hak anak itu," katanya.

Sementara itu, Ketua Komnas Perempuan Kamala Chandrakirana mengatakan, RUU yang diajukan Depag tersebut saat ini sudah ditandatangani Presiden dan akan dibahas oleh DPR, namun ia menyayangkan, RUU tersebut sulit diakses oleh LSM. (ant/dpg)
original post: indonesiafile.com

Kasus Gizi Buruk dan Busung Lapar di Indonesia

Bagaimana Penanganannya ?
Kasus gizi buruk dan busung lapar terus meminta korban. Dua anak berusia di bawah lima tahun, Senin (06/06) dilaporkan meninggal akibat gizi buruk di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Dengan demikian, di NTT setidaknya sudah lima anak balita yang meninggal. Sementara itu, di provinsi tetangganya, Nusa Tenggara Barat, kasus busung lapar sudah merenggut 13 anak usia balita. Bagaimana busung lapar ini ditangani?
Susu gratis lewat posko
Sejak Januari lalu hingga sekarang, Rumah Sakit Umum Mataram sudah merawat 70 orang pasien busung lapar atau kekurangan gizi dan 10 di antara mereka meninggal dunia. Kepala staf medis RSU Mataram, Hananto Wiryo bahkan memperkirakan jumlah penderita busung lapar lebih dari itu, karena 30 persen pasien penyakit ini memilih pulang paksa lantaran tidak punya uang. Bukan bagi sang pasien tapi bagi keluarga yang musti menunggui di RS.
Bertambahnya jumlah pasien di pelbagai rumah sakit NTB, menurut Hananto, tidak diikuti oleh kesiagaan pihak rumah sakit. Bantuan pemerintah pusat maupun swadaya masyarakat terhadap penderita busung lapar, yang kebanyakan berupa sembilan bahan pokok, juga dinilainya tidak tepat. Ia malah mengusulkan agar bantuan itu lebih difokuskan pada pemberian susu gratis kepada balita, lewat sejumlah posko. Usulan ini menurut dia sudah diajukan pada gubernur setempat, namun belum mendapat tanggapan.
Hananto Wiryo: "Posko di sini membantu susu cair untuk semua anak harus diminum. Satu hari satu gelas saja semua. Bukan saja yang kena busung lapar. Mungkin yang mau busung lapar juga dikasih. Kalau ndak mereka jadi busung lapar. Selama enam bulan dikasih susu satu gelas seluruh balita, ya hilang busung lapar ".
Kejadian luar biasa di NTT
Kelaparan di NTB, yang oleh pemerintah sudah dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB), selain telah merenggut 13 nyawa anak balita, ada 655 anak balita lainnya yang memerlukan penanganan segera.
Sementara di NTT tercatat 66.000an lebih anak balita yang mengalami gangguan kekurangan gizi, marasmus, kwarsiorkor, dan busung lapar. Rinciannya, kurang gizi 55.000an orang, gizi buruk 11.000 orang, marasmus 122 orang, kwarsiorkor dan busung lapar enam orang. Pemerintah daerah NTT mengaku telah mengeluarkan dana sebesar Rp. 30 juta bagi 16 kabupatennya guna penangganan kasus busung lapar. Dana itu sengaja dibagi rata pada semua kabupaten provinsi, meski kasus busung lapar baru diketahui pada 12 kabupaten NTT.
Juru bicara Pemda NTT, Umbu Saga Anakaka menjelaskan, pembagian rata dana itu disebabkan pertimbangan gubernur, yang menilai bahwa semua kabupaten berpotensi kena busung lapar. Dana itu juga dimaksudkan bagi pelayanan kesehatan di masing-masing kabupaten. Gubernur juga meminta masing-masing bupati memprioritaskan masalah kesehatan di wilayah mereka dengan lebih menggalakkan peran pos pelayanan terpadu Posyandu dan kadernya, serta puskesmas keliling. Sejumlah instansi itu bertugas memberi penyuluhan kesehatan dan gizi kepada masyarakat serta pemberian makanan tambahan bagi anak-anak sekolah dan balita. Semua RS bahkan membebaskan biaya pengobatan.
Umbu Saga Anakaka: "Gubernur telah memerintahkan biro keuangannya agar membantu dana daerah yang terkena bencana agar kabupaten bisa mengatasi masalah kejadian luar biasa ini. Pemerintah Nusa Tenggara Timur telah menyediakan masing-masing kabupaten 30 juta untuk membantu penanggulangan ini ".
Jaminan pembebasan biaya pengobatan bagi penderita busung lapar juga diberikan oleh Menteri Kesehatan Siti Fadhilah Supari. Kebijakan itu bahkan berlaku untuk semua rumah sakit di semua provinsi dengan batas waktu yang tidak ditentukan.
Busung lapar di wilayah lain
Langkah ini merupakan bagian upaya darurat departemen kesehatan terhadap penyakit busung lapar yang terjadi di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Pemerintah mengakui busung lapar juga terjadi di Sumatera Barat, Jawa Timur, Wamena-Papua, Buyat Sulawesi dan Nias, Sumatera Utara.
Siti Fadhilah Supari: "Jadi gini, kalau ada busung lapar masalah emergencynya masalah menteri kesehatan. Saya tugasnya mengobati orang busung lapar, yang kena infeksi paru dsb. Harus segera diobati, karena orang yang busung lapar cepat sekali kena infeksi. Rumah sakitnya harus gratis. Obat-obatannya telah kita sediakan. Kita tidak membatsi dalam sebulan dua bulan. Ini tidak tergantung bulannya, selalu ada kok. Itu memang harus rutin ".
Selain membebaskan biaya pengobatan bagi penderita busung lapar, departemen kesehatan juga telah menginstruksikan semua wilayah untuk mencatat dan melaporkan jumlah para penderita busung lapar kepada depkes. Namun, menurut Supari, hal itu sulit dilakukan, akibat adanya kebijakan otonomi daerah.
Pemerintah sangat lamban
Bagaimana respons masyarakat terhadap langkah pemerintah mengatasi gizi buruk? Lembaga Swadaya Masyarakat Rawan Pangan di NTT menemukan kasus gizi buruk anak sebenarnya telah mengemuka sejak tahun lalu, saat terjadi gempa di Alor. Yus Nakmofa dari LSM Rawan pangan NTT menilai pemerintah sangat lamban dalam menangani masalah gizi buruk. Kini semuanya telah terlambat, jumlah penderita semakin hari semakin banyak.
Yus Nakmofa: "Antispasi atau bantuan dari pemerintah bersifat sementara. Ketika kasus itu mencuat hanya dibantu dan setelah itu berhenti lagi saya kasih contoh banyak teman-temen LSM yang memberikan bantuan darurat dalam bidang kesehatan tapi setelah itu stop. Jadi belum ada program yang berkelanjutan. Ada beberapa hal yang kami temukan di lapangan, ada beberapa LSM internasional yang memberikan biskuit dan air mineral, untuk meningkatkan gizi anak-anak. Setelah itu kan berhenti, tidak mengelola potensi yang ada di wilayah tersebut untuk meningkatkan gizi anak-anak".
Bergantung pada pihak luar
Yus menyarankan sebaiknya pemerintah setempat menggunakan hasil pertanian daerah seperti kacang hijau dan beras merah ketimbang bantuan dari luar seperti biskuit. Menurutnya, para penderita busung lapar itu tersebar di Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, Alor, dan Lembata. Yus Nakmofa khawatir jumlah penderita gizi buruk dan busung lapar akan bertambah menyusul krisis pangan dan air bersih akibat kemarau panjang di NTT. Kebanyakan penderita busung lapar juga tidak dapat berbuat banyak karena keterbatasan ekonomi. Mereka sepenuhnya bergantung pada bantuan pihak lain.
original post: http://static.rnw.nl/migratie/www.ranesi.nl/arsipaktua/asiapasifik/gizi_buruk_busung_lapar050609-redirected

Busung Lapar dan Amnesia Massal

Oleh Sri Palupi

ADA yang janggal dengan reaksi masyarakat terhadap kasus busung lapar yang diderita anak-anak di Lombok-NTB dan NTT serta provinsi lain. Mengherankan, masyarakat bisa sedemikian terenyak oleh kasus itu, seolah-olah kasus busung lapar adalah temuan baru.

Kasus busung lapar yang jadi headline di Kompas dan berita di berbagai televisi seolah indikator bahwa krisis yang melanda negeri ini sudah amat serius. Atau seolah kita baru terbangun dari tidur lelap dan mendapati kenyataan, krisis yang melanda negeri ini baru dimulai.

Bila ini yang terjadi, betapa menyedihkan masa depan anak-anak negeri ini. Bukan karena tragedi datang silih berganti. Bukan pula karena bencana terus melanda, tetapi karena penyakit kronis yang diderita bangsa ini dalam wujud amnesia kolektif.

Amnesia kolektif
Kasus busung lapar yang diderita anak-anak di NTB, NTT, dan provinsi lain itu bukan kasus baru. Kalau kita mau membuka kembali lembar berita media cetak nasional 1998-1999, akan didapati sejak krisis melanda negeri ini tahun 1997, gizi buruk, busung lapar, dan kematian anak balita akibat busung lapar sudah menjadi berita.

Sebagai gambaran, pada tahun 1998 tercatat 1.201.450 anak Indonesia umur 0-4 tahun terancam kurang gizi. Tahun 1999, masalah kurang gizi menjadi ancaman serius dengan meningkatnya jumlah anak balita penderita, dari 1.201.450 menjadi empat juta anak. Bahkan anak balita yang meninggal akibat gizi buruk meningkat 50 persen, dari 59 anak balita menjadi 101 anak balita hanya dalam waktu sepekan (17-24/5/1999). Diperkirakan, jumlah anak balita yang terancam kurang gizi terus meningkat, mengingat ada 5-6 juta bayi lahir di Indonesia, dan dari jumlah itu 75 persen-85 persen berasal dari keluarga miskin.

Jangankan di daerah miskin seperti NTB atau NTT, di Jakarta saja pada tahun 1999 ditemukan 12.130 anak balita kurang gizi dan 1.319 anak balita penderita busung lapar. Di Sumatera Barat, pada tahun yang sama, korban busung lapar dan kurang gizi melonjak 300 persen dari tahun sebelumnya. Semula 2.825 orang, meningkat menjadi 8.598 anak balita dan 33 di antaranya meninggal. Di Jawa Barat, tahun 1999 ada 7.726 anak balita yang menderita busung lapar. Di Jawa Timur, terdapat 244.000 anak balita menderita gizi buruk dan 400 busung lapar. Di Lampung, 15 anak balita terkena busung lapar. Di Kalimantan Selatan, 146 anak balita menderita busung lapar dan 2.546 anak dirawat di rumah sakit akibat gizi buruk. Kasus yang sama ditemukan di daerah-daerah lain. Angka kasus busung lapar yang dilansir media dapat digambarkan seperti gunung es dengan rasio 1:10. Jika hanya satu anak yang dilaporkan meninggal, sebenarnya ada 10 anak dengan kondisi sama.

Yang patut disimak, pada awal krisis, berita tentang ancaman gizi buruk, busung lapar, dan mati akibat busung lapar tidak pernah menjadi headline di media cetak. Berita-berita itu selalu terselip di antara berita lain. Padahal angka kematian anak balita penderita busung lapar di awal krisis jauh lebih tinggi dari yang diberitakan media massa kini.

Jika kasus busung lapar dan kematian akibat busung lapar melanda anak-anak negeri ini sejak mulai krisis, lalu kenapa baru sekarang kita terenyak? Apakah karena kasus kematian akibat busung lapar itu mendapat "tempat layak" dan ruang lebih luas di media nasional? Selama ini kasus-kasus kematian dan bencana yang terkait persoalan kemiskinan hanya membuat banyak orang terenyak sejenak, namun segera dilupakan tanpa sempat menciptakan perbaikan.

Amnesia kolektif atas kasus-kasus kematian akibat kemiskinan, menjadikan kematian anak-anak miskin negeri ini tak pernah dipandang sebagai tragedi. Untuk melihat masalah busung lapar secara serius, tampaknya kita perlu membongkar cara pandang atas apa yang disebut tragedi.

Tragedi busung lapar
Terhadap sebuah tragedi, kita berupaya untuk tidak melupakan dan terus menjaganya agar tetap dalam memori kolektif. Segala daya dikerahkan guna melawan tiap upaya guna menghapus memori kolektif tentang sebuah tragedi. Sebab, tragedi sering terkait pelanggaran berat hak asasi, yang melibatkan penderitaan korban atau kematian massal dalam satuan waktu tertentu.

Dengan cara pandang seperti itu, nasib jutaan anak Indonesia yang menderita gizi buruk dan satu per satu meninggal, tak akan pernah dianggap signifikan untuk menjadikannya sebagai tragedi nasional yang menuntut penanganan serius. Sebab dalam sistem ekonomi global sekarang ini, keberadaan dan penderitaan kaum miskin tak akan tampak. Mereka tersembunyi di gubuk-gubuk di pelosok-pelosok pedesaan dan di sudut-sudut kumuh perkotaan, yang ruang hidupnya tak pernah terhitung dalam sistem ekonomi formal.

Kematian satu demi satu, perlahan dan diam akibat kemiskinan, dianggap wajar dan tak pernah dicatat secara sistematis. Akibatnya, tak pernah ada data yang menunjukkan adanya kematian massal akibat kemiskinan dalam satuan waktu. Konsekuensinya, penderitaan dan kematian semacam itu tak pernah dilihat sebagai akibat pelanggaran hak asasi.

Seandainya ada yang mencatat satu demi satu penderitaan dan kematian anak-anak akibat kemiskinan, akan didapati busung lapar bukan lagi sebuah kasus, tetapi tragedi nasional. Tragedi yang melibatkan, bukan hanya penderitaan korban atau kematian massal dalam kurun waktu tertentu, tetapi juga "kematian" sebuah generasi yang menentukan hidup matinya negeri ini.

Sebuah peringatan
Pemahaman kita tentang apa yang disebut tragedi menunjukkan, masih ada jurang yang memisahkan antara wilayah hak asasi dan wilayah ekonomi. Pemisahan ini menjadikan pelanggaran berat hak asasi lebih terfokus pada pelanggaran oleh negara terhadap hak sipil politik dan mengabaikan pelanggaran berat hak asasi akibat ketidakadilan di wilayah ekonomi. Sebagaimana telah diperingatkan Amartya Sen, peraih Nobel 1998 bidang ekonomi, kelaparan lebih banyak terjadi di negara nondemokratis. Meski negara semacam itu, lanjut Sen, memiliki sumber daya alam berlimpah, kekurangan pangan acap terjadi. Sebab negara nondemokratis senantiasa mengeluarkan kebijakan yang menindas rakyat kecil. Teori Sen berlaku untuk Indonesia.

Meski rezim Soeharto yang represif telah jatuh dan digantikan pemerintahan yang lebih demokratis, integrasi negara ke dalam tata ekonomi global dan tingginya beban utang, selalu berarti, yang paling miskin tetap saja ditelanjangi hak-haknya, sama seperti saat berada di bawah rezim paling otoriter. Sebab hak asasi yang dilanggar penguasa otoriter yang tampak merupakan satu hal, sementara para pencipta kemiskinan dan kelaparan abadi yang tersembunyi dalam kekuatan ekonomi merupakan hal lain. Upaya melawan kekuatan ekonomi yang tidak memperhitungkan keberadaan kaum miskin, dan yang terus mendesakkan penghapusan subsidi atas kebutuhan pokok, lebih banyak swastanisasi, pembayaran utang dengan bunga tinggi, jauh lebih sulit daripada menggulingkan penguasa politik yang otoriter.

Dengan memahami kelaparan dan kematian akibat kemiskinan sebagai pelanggaran berat hak asasi, kita bisa menyikapi kasus busung lapar sebagai peringatan, keadilan sosial tidak bisa lagi diremehkan dan dikeluarkan dari indikator ekonomi global yang makin lama makin terasa kecil pengaruhnya terhadap kesejahteraan mayoritas warga. Penghambaan kita pada "pertumbuhan ekonomi yang dibangun di atas tumpukan utang menjadi sia-sia karena munculnya kelaparan massal dan kematian anak-anak.

Pembangunan selama ini lebih berarti mereduksi berbagai bentuk kekayaan alam menjadi uang, yang akhirnya lebih banyak raib di tangan koruptor. Sudah waktunya kita menghitung biaya tersembunyi yang tak pernah bisa diukur oleh indikator-indikator ekonomi global, namun terus ditanggung demikian banyak orang miskin. Bila tidak, kasus busung lapar akan segera terhapus dari memori publik dan tergusur dari realitas politik elite yang sarat dengan skandal.

Sri Palupi Mahasiswa Pascasarjana STF Driyarkara, Ketua Institute for Ecosoc Rights

original post: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0506/09/opini/1801331.htm

Busung Lapar: Adakah Peran Pendidikan?

Oleh : Suparlan *
Pendidikan adalah investasi utama satu bangsa. Inti permasalahan pendidikan di Indonesia adalah rendahnya kesadaran pemimpin bangsa terhadap pendidikan dan rendahnya dana yang dialokasikan untuk pendidikan.
(Sayidiman Suryohadiprodjo)
Pendidikan menaikkan penghasilan keluarga, dan pendidikan kaum wanita pada umumnya memberi dampak bagi terwujudnya keluarga kecil yang lebih sehat, menurunnya angka kematian bayi dan ibu melahirkan, serta memperbaiki gizi anak.
Di Afrika, anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak berpendidikan mengalami 20% kematian sebelum mencapai usia 5 tahun, sedangkan bagi anak yang ibunya mengalami pendidikan paling sedikit 5 tahun di sekolah, hanya mengalami 12% kematian. Di Brazil, wanita buta huruf rata-rata mempunyai 6 anak, sedangkan bagi wanita yang melek huruf, rata-rata hanya memiliki 2 sampai 3 anak
(UNESCO).
Adanya tayangan di televisi tentang anak-anak balita yang terkena folio dan busung lapar telah mengingatkan kepada kita bahwa sebagian rakyat di negeri tercinta yang konon kaya raya ini memang telah benar-benar jatuh di bawah garis kemiskinan. Sungguh satu suguhan berita yang sangat memprihatinkan sekaligus sangat mengherankan dan juga memalukan ketika banyak mobil mewah di jalan yang macet di Jakarta, dan banyak kasus korupsi yang masih menggejala saja di mana-mana.
Penulis ingat dengan tayangan televisi pada satu atau dua dekade yang lalu, ketika negara Ethiopia mendapatkan sorotan tajam, karena banyaknya anak yang tengah mengalami masalah kurang gizi, dengan badan yang kering kerontang tinggal tulang, dengan mata yang menerawang tanpa masa depan, dan dihampiri banyak lalat di tubuhnya. Terlihat para sukarelawan datang ke desa-desa untuk memberikan berbagai bantuan, berupa susu dan makanan bergizi lainnya, serta bantuan teknis lainnya.
Masyaalah. Anak-anak balita di Indonesia, mungkin memang masih jauh belum seperti itu. Hanya yang menjadi pertanyaan adalah mengapa kebanyakan para ibu dari anak-anak di Indonesia itu malah kelihatan gemuk dan sehat. Bahkan tutur bahasanya dalam bahasa Indonesia ketika diwawancarai para wartawan pun kelihatan lancar. Indonesia memang jauh belum seperti itu, atau bahkan sebentar lagi dapat seperti itu, jika semua pihak tidak memiliki kepedulian tentang masalah itu?
Timbullah pertanyaan di benak kita, apakah para ibu-ibu yang anaknya terkena busung lapar itu memang sudah memiliki pendidikan yang memadai? Apakah ibu-ibu yang anaknya terkena busung lapar itu memang buta huruf ataukah tidak pernah mengenyam pendidikan? Apakah faktor pendidikan memegang andil dalam proses terjadinya masalah busung lapar itu? Dengan kata lain apakah munculnya penyakit folio dan busung lapar tersebut juga merupakan implikasi dari kondisi pendidikan kita yang memang sangat lemah? Itulah pertanyaan yang harus memperoleh penjelasan lebih lanjut dari fenomena yang menjadi menu informasi yang tidak mengenakkan sekarang ini.
Kesadaran dan komitmen pemimpin
Pernyataan Sayidiman Suryohadiprojo tentang rendahnya kesadaran dan komitmen para pemimpin patut menjadikan perhatian kita. Benarkah kesadaran dan komitmen pemimpin kita memang kurang terhadap pendidikan? Itu sangat boleh jadi. Budaya amtenar yang masih dimiliki sebagian besar pemimpin birokrat kita adalah salah satu contoh. Pemimpin kita banyak yang masih duduk manis di kursinya yang memang empuk itu. Mereka hanya mengandalkan laporan ABS dari bawahan atau staf dan anak buahnya. Itulah sebabnya maka ketika ada sekolah yang roboh, barulah beliau tersentak. Ketika para wartawan membawa data tentang banyaknya anak-anak yang terkena folio, beliau baru terkaget-kaget. Seharusnya, para birokrat ini langsung turba (turun ke bawah), dan kalau perlu segera mengundurkan diri dari jabatan yang dipangku, jika terjadi kasus yang memalukan seperti itu.
Pernyataan Sayidiman Suryohadiprojo tentang rendahnya komitmen terhadap pendidikan perlu diteliti lebih lanjut. Para peneliti perlu mengarahkan penelitiannya tentang isu-isu kontekstual dan strategis seperti ini. Bukankah di setiap kabupaten/kota ada Bappeda yang salah satu tugasnya juga menyusun perencanaan di daerahnya. Dan perencanaan itu sebenarnya harus disusun berdasarkan data yang akurat yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan atau berdasarkan laporan dari unit-unit yang terkait. Sementara itu, unit-unit yang terkait banyak yang hanya menyediakan laporan dan data yang bersifat ABS. Sehingga perencanaan pembangunan tidak berbasis data yang akurat.
Lagi-lagi, masalahnya sering terkait dengan koordinasi. Koordinasi menjadi barang langka. Masing-masing bagian dari suatu organisasi sering memiliki karakter egoisme sektoral. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh unit penelitian sering tidak diteruskan kepada pihak yang relevan, sementara pihak yang relevan itu juga tidak mau tahu tentang data dan informasi dalam penyusunan rencana dan programnya. Demikian seterusnya sehingga masalahnya menjadi satu lingkaran setan yang tidak ada ujung pangkalnya. Mata rantai lingkaran setan itu baru diketahui setelah para wartawan membawa data akurat dari lapangan.
Kalau dipikirkan secara jernih, mana mungkin sekolah yang rusak dan malah akan roboh tidak diketahui oleh kepala sekolahnya. Mana mungkin ketua RT, RW, atau kepala dukuh tidak mengetahui kondisi kesehatan warganya. Mana mungkin kepala sekolah atau para pemimpin di tingkat bawah itu tidak melaporkan masalah itu kepada kepala dinasnya. Ataukah laporan yang sebenarnya itu hanya menjadi dokumen bisu di laci-laci meja para pimpinan.
Semua masalah akan terjadi karena akibat dari kesadaran dan komitmen pimpinan yang rendah. Jika pemimpin hanya berorientasi kepada kekuasaan, dan berusaha dengan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya, maka komitmen terhadap warganya hanyalah sampai di titik nadir. Kegiatan yang ramai hanya terjadi di kantor saja, sementara di dalam masyarakat tidak ada tanda-tanda gaung peningkatan mutu kehidupan. Maka terjadilah fenomena gedung sekolah yang ambruk, anak-anak yang putus sekolah, anak-anak yang terkena busung lapar, penyakit demam berdarah, dan juga pekat (penyakit masyarakat) seperti judi, madat, mabok, dan sebagainya. Pemimpin sibuk sendiri dengan para punggawa tentang berbagai kegiatan di kantornya, dan masyarakat sibuk dengan masalah kehidupan yang dihadapinya tanpa suri tauladan dari para pemimpinnya.
Kaitan antara pendidikan dengan busung lapar
Dengan mengacu kepada hasil penelitian UNESCO yang dikutip pada awal tulisan ini, jelas bahwa tingkat pendidikan masyarakat akan besar sekali dampaknya kepada sendi-sendi kehidupan masyarakat, khusuanya kesehatan, keadaan sosial ekonomi masyarakat. Di Afrika, anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak berpendidikan mengalami 20% kematian sebelum mencapai usia 5 tahun, sedangkan bagi anak yang ibunya mengalami pendidikan paling sedikit 5 tahun di sekolah, hanya mengalami 12% kematian. Di Brazil ditemukan data bahwa ibu yang yang buta huruf rata-rata mempunyai 6 (enam) anak, sedang ibu-ibu yang melek huruf rata-rata hanya mempunyai 2 (dua) sampai 3 (tiga) anak dengan tingkat kesehatan anak yang lebih tinggi.
Apa artinya? Pendidikan berpengaruh kepada tingkat kesehatan masyarakat, termasuk tingkat gizi masyarakat, bahkan juga berpengaruh besar terhadap peningkatan pendapatan masyarakat. Dengan demikian, tingginya komitmen pemimpin terhadap pendidikan, juga akan berpengaruh besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Bapak Wajidi Rajiin, Asisten Bupati di Sambas, pernah diskusi dengan penulis, bahwa sebenarnya yang perlu menjadi prioritas dalam pembangunan di daerah itu hanya dua bidang saja, yakni perhubungan dan pendidikan. Apa alasannya? Jalan-jalan yang lancar sampai ke desa-desa di seluruh wilayah kabupaten/kota akan meningkatkan kegiatan ekonomi rakyat, dan dengan demikian secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan dampak berantai berikutnya akan meningkatkan kesehatan masyarakat. Yang kedua pendidikan. Kesadaran masyarakat hasil dari proses pendidikan akan dapat membuka mata rakyat tentang pentingnya merencanakan keluarga, hidup sehat, memiliki kecakapan hidup, dan juga meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Walhasil, jika kedua bidang itu, perhubungan dan pendidikan, memperoleh prioritas dalam program pembangunan di daerah kabupaten/kota, maka insyaallah tingkat kesejahteraan hidup, kesehatan dan sosial ekonomi masyarakat di daerah kabupaten/kota itu juga akan meningkat.
Contoh kecil dari Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, Malaysia.
Upacara pengibaran bendera selalu diadakan setiap Hari Senin di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur. Hampir setiap kali upaya bendera, mesti ada siswa yang pingsan. Kalau tidak satu atau dua orang, bahkan kadang-kadang tiga orang. Timbullah pertanyaan di benak sang kepala sekolah. Mengapa anak-anak sering pingsan di kala mengikuti upacara bendera? Apakah cuacanya ketika itu memang cukup panas? Tidak juga. Anak-anak pun tidak menghadap matahari, melainkan membelakanginya. Ataukah ada mahluk haluskah yang memang sering mengganggunya? Tidak. Dunia pendidikan termasuk dunia yang rasional. Tidak mungkin mahluk halus berani mengganggu orang-orang yang berfikir rasional. Kalau demikian, faktor apakah yang menyebabkan mereka sering pingsan di lapangan? Boleh jadi, anak-anak itu memang sedang tidak sehat. Ataukah anak-anak itu tidak sarapan pagi ketika berangkat sekolah!!. Analisis terhadap kemunkinan faktor itu mengarah kepada kebiasaan anak-anak tidak sarapan pagi, karena kebanyakan mereka berangkat dari rumahnya terlalu pagi, dan dengan demikian mereka tidak sempat sarapan pagi.
Maka dibuatlah kuesioner yang diberikan kepada orangtua siswa. Orangtua siswa diminta mengisi kuesioner tersebut dan mengembalikan kepada sekolah setelah diisi data yang sebenarnya. Kuesioner pun terkumpul dan dianalisis secara sederhana dengan sistem tally. Ternyata, diketahuilah bahwa 46% anak-anak tidak sarapan pagi ketika mereka berangkat ke sekolah. Alasannya sudah dapat diduga, yakni karena mereka terlalu pagi berangkat ke sekolah. Memang, kuesioner itu tidak dapat menjaring apakah anak-anak itu tidak sarapan pagi karena di rumah tidak ada nasi atau makan nasi tetapi tidak cukup gizi. Tetapi yang jelas, anak-anak kita kebanyakan tidak sarapan pagi ketika masuk sekolah. Padahal penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang sarapan pagi menunjukkan hasil belajarnya lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang tidak sarapan pagi.
Sejak itulah, maka rapat dewan guru memutuskan agar setiap Hari Jum’at, pihak sekolah harus menyediakan tambahan asupan makanan berupa bubur kacang hijau. Satu panci besar bubur kacang hijau itu disiapkan di lobi sekolah. Dengan membawa gelasnya masing-masing, anak-anak menikmati tambahan makanan itu dengan senang hati.
Apa hasilnya? Secara statistik memang tidak diketahui perubahannya. Perubahan besar yang terjadi adalah mulai tidak adanya anak-anak yang pingsan ketika mengikuti upacara bendera. Anak-anak yang semula tidak sarapan pagi dianjurkan untuk membiasakannya. Yang diperlukan hanyalah upaya untuk meningkatkan kesadaran kepada orangtua dan anak-anak sendiri tentang pentingnya sarapan pagi. Alhamdulillah, peristiwa pingsan di saat upacara bendera sudah jarang terjadi. Contoh kecil ini memberikan gambaran kepada kita tentang pentingnya menjaga gizi anak-anak kita dengan membiasakan sarapan pagi ketika berangkat ke sekolah. Dan itu, dapat dilakukan secara terprogram melalui peran serta lembaga pendidikan sekolah.
Akhir kata
Pendidikan memegang peranan yang amat penting dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya peningkatkan kesejahteraan masyarakat, termasuk sosial ekonomi masyarakat dan tingkat kesehatannya. Proses pendidikan adalah proses kehidupan.
*) Website: www.suparlan.com.

pernikahan dini (nikah dibawah umur)

Mari membuka pukiran kita dan berpikir positif….

Pemuda adalah generasi yang bergantung padanya nasib bangsa dimasa mendatang, sebuah ungkapanengatakan, “baik buruknya suatubangsa dimasa yang akan datang, ditentukan oleh baik buruknya pemuda dimasa sekarang”.

Globalisasi dan modernisasi yang terjadi pada saat ini adalh menjadi tantangan yang begitu berat bagi seorang pemuda, mau atau tidak harus dihadapi dengan jalan yang sebaik-baiknya, karena kalau tidak satu dari kader bangsa akan tenggelam dalam arus dan potensi yang besar akan juga ikut hilang.

Maraknya CD, VCD, majalah dan foto-foto yang penuh dengan kesan negatif beredaran di,masyarakat dan situs-situs di internet, hal ini dengan mudahnya akses dimanapun perlu kita waspadai dan ditanggulangi dengan cara yang sangat efektif dan ampuh, kami menawarkan salah satu alternatif dari permasalahan tersebut yaitu dengan menikah dini, tidak menafikkan bahwa penulis sendiri belum menikah akan tetapi dengan melihat manfaat yang terkandung dalam nikah dini, kami berusaha ikut untuk mensosialisasikan kepada masyarakat luas tentang hal ini, semiga bermanfaat.

Rumusan masalah :

1. Apakah pengertian dini itu?
2. Apa alasan kita mesti menikah dini?
3. Apa hukum menikah?
4. Apa tujuan dan keutamaannya?
5. Apa keuntungan menikah dini?
6. Masalah seputar nikah dini?
7. Kesimpulan

PEMBAHASAN
A. Pengertian Nikah Dini

Menurut syara’, menikah adalah sebuah ikatan seorang waniata dengan seorang laki-laki dengan ucapan-ucapan tertentu ( ijab dan qabul ) yang memenuhi syarat dan rukunnya.

Arti pernikahan dalam islam adalah suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan seorang perempuan untuk hidup bersama dalam rumah tangga dan berketurunan,yang dilaksakan menurut ketentuan syariat islam.

Sedangkan dini tersimpul dalam ungkapan seorang penulis,”Banyak orang mengatakan bahwa menikah saat kuliah akan mengganggu dan merugikan kita, padahal sangat sangat menguntungkan. Bahkan ada yang mengatakn bahwa barang siapa mengetahui tentang keutamaan menikah sejak dini ( kuliah ) maka orang tersebut tidak ingin menundannya hingga esok hari, apalagi tahun depan”.

Dari itu maka dapat dipahami bahwa yang dimaksud nikah dini adalah sebuah ikatan suami istri yang dilakukan pada saat kedua calon suami dan istri masih usia muda. Meskipun muda ini berbeda pengertian menurut daerah tertentu.
B. Alasan Menikah Dini

Al-Qur’an dan hadits banyak yang menjelaskan tentang anjuran untuk menikah,antara lain :

Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. An-Nur(24:32)

Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka ,jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu ,Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu . An-Nur(24:33)

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil , maka (kawinilah) seorang saja , atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. An-Nisa ( 4:3)

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Ar-Rum ( 21)

C. Hukum Menikah

Hukum Menikah ada lima macam :

1. wajib

menikah menjadi wajib bagi laki-laki/ perempuan yang tidak dapat menhan nafsu seksualnya dan khawatir melakukan perzinaan.

2. Sunah

Laki-laki yang punya niat dan mampu, atau perempuan yang sudah punya niat dan bersedia patuh pada suami atau perempuan yang belum punya niat tapi membutuhkan perlindungan dan nafkah dari suami.

3. Mubah

Laki- laki yang mempunyai niat tapi belum mampu mendirikan rumahtangga atau laki-laki yang belum punya niat tapi secara materi mampu atau perempuan yang belum punya niat untuk menikah.

4. Makruh

Laki-laki yang belum punya niat dan belum mampu mendirikan rumahtangga atau perempuan yang sudah punya niat tapi ragu-ragu untuk melaksakannya.

5. Haram

Lak-lali/ perempuan yang menikah dengan maksud untuk tidak melaksanakan kewajiban sebagai suami istri.

D. Tujuan dan Keutamaan Menikah

1. Melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya, karena nikah adalah salah satu sunnah yang dianjurkan Rasulullah SAW. Dan sudah sepatutnya kita melaksanakannya.

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. ( Al-Ahzab :36 )

2. Menjaga mata, menetramkan jiwa, memelihara nafsu seksualitas, membina kasih sayng dan menjaga kehormatan dan memelihara kepribadian.

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. Ar-Rum ( 21)

Rasulullah SAW bersabda :

“ Wahai para pemuda, barang siapa diantara kalian memmiliki kemampuan untuk menikah maka menikahlah. Karena sesungguhnya ini dapat mencegah pandangan mata kalian dan kehormatan kalian. Sedangkan bagi siapa yang belum mampu, maka hendaknya ia berpuasa dan puasa itu adalah menjadi perisai baginya”. (HR. BUKHARI dan MUSLIM )

3. Menikah adalah salah satu cara menyempurnakan agama, Allah akan memberikan separuhnya bagi mereka yang menikah. Rasulullah bersabda :

“Jika seorang hamba menikah, mak sesungguhnya ia telah menyempurnakn setengah dari agamanya. Oleh karena itu bertaqwalah kepada Allah untuk menyerpurnakan sebagian yang lainnya”. ( HR. Baihaqi )

“Ada tiga golongan yang pasti ditolong Allah : yaitu budak yang ingin memerdekakan dirinya dengan cara bekerja keras, yang ingin melunasi hutangnya, orang yang menikah demi menjaga diri dari perbuatan maksiat dan para pejuang dijalan Allah”. ( HR. Tirmidzi )

4. memelihara dan membiana kualitas-kualitas keturunan yang salih dan salihah, Rasulullah membanggakn umatnya yang banyak dihari kiamat nanti.

5. melaksakan pembangunan materil dan spirituil dalam kehidupan keluarga

E. Keuntungan Menikah Dini ( saat kuliah )

1. masa kuliah ( usia 18-25 ) adalah masa produktif dan subuh

2. banyaknya kamudahan dalam persiapan dan pelaksakan nikah

3. memtangkan kepribadian dan kedewasaan

4. adanya ketenangan jiwa

5. memiliki teman setia sebagai motivator dan pembimbing

6. adanya keringanan beban hidup

7. aktifitas dan kegiatan akan terfokus dan terkonsentrasi

8. meningkatkan kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ)

9. meningkatkan kecerdasan finansial

10. lebih mudah meraih kesuksesan

11. Ada teman curhat

12. Bisa belajar sambil bermesraan

13. Berangkat ke kampus berdua

14. Ada yang bantu mengerjakan tugas

15. Ada yang menghibur sisela-sela penatnya kuliah

F. Problematika Pra Pernikahan

1. Terlalu Pemilih

Memilih pasangan adalah hal yang harus dikerjakan tapi jangan sampi terlalu, Rasulullah SAW bersabda :

“ Perempuan itu dinikahi dengan empat perkara, yaitu karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Namun nikahilah karena agamanya ( karena jika tidak ) naka kanu akan sengsara “. (HR.Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa’I )

“ Dari Abdullah bin Umar Rasulullah SAW bersabda, “ janganlah kamumenikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatnya hina. Janganlah kamu menikahi wanita karena hartanya, mungkin saja harta itu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita itu karena agamanya, sebab seorang wanita yang salihah, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama”. HR. Ibnu Majah

2. Belum Kerja

Allah berfirman,

Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka ,jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu ,Dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu . An-Nur(24:33)

Dengan keyakinan yang mantab dan usaha yang sebaik-baiknya, Allah pasti akan menolong kita.

3. Orang Tua Belum Merestui

Kita menyikapi semua ini dengan sabar, berdo’a dan usaha yang baik. Kemudian jika segala upaya telah dilakukan dan belum juga berhasil, maka sikap terbaik adalah bertawakkal kepada Allah dan berusaha berhusnuzdon kepada-Nya.

4. Menunda Pernikahan Karena Khawatir tidak Lulus

Rasulullah SAW bersabda,

“ Bukan termasuk golonganku orang yang merasa khawatir akan terkunkung hidupnya karena menikah kemudian ia tidak menikah”. HR. Thabrani

5. Calon Suami Lebih Muda

Adalh suatu yang tidak bermasalah jika calon suami lebih muda atau calon istri lebih tua, yang penting pemahan terhadap agama adalah baik.
G. Efek Nikah Dini

Situs : http://www.kaskus.us/showthread.php?t=1166902

Nikah Dini Berisiko Kanker Mulut Rahim

PERNIKAHAN usia dini di bawah 15 tahun, menyimpan risiko cukup tinggi bagi kesehatan perempuan, terutama pada saat hamil dan melahirkan. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan dari Rumah Sakit Balikpapan Husada (RSBH) dr Ahmad Yasa, SpOG mengatakan, perempuan yang menikah di usia dini memiliki banyak risiko, sekalipun ia sudah mengalami menstruasi atau haid.

“Ada dua dampak medis yang ditimbulkan oleh pernikahan usia dini ini, yakni dampak pada kandungan dan kebidanannya,” ujarnya.

Disebutkan, penyakit kandungan yang banyak diderita wanita yang menikah usia dini, antara lain infeksi pada kandungan dan kanker mulut rahim. Kenapa kedua penyakit ini paling berisiko diderita wanita yang menikah di usia dini? Secara medis, lelaki yang akrab dipanggil Yasa ini menjelaskan, menikah di usia tersebut dapat mengubah sel normal (sel yang biasa tumbuh pada anak-anak) menjadi sel ganas yang akhirnya dapat menyebabkan infeksi kandungan dan kanker.

Hal ini dikarenakan, adanya masa peralihan sel anak-anak ke sel dewasa. Padahal, pertumbuhan sel yang tumbuh pada anak-anak berakhir pada usia 19 tahun. “Berdasarkan beberapa penelitian yang pernah dilakukan, rata-rata penderita infeksi kandungan dan kanker mulut rahim adalah wanita yang menikah di usia dini alias di bawah usia 19 atau 16 tahun,” paparnya.

Untuk risiko kebidanan, dia menjelaskan, hamil di bawah usia 19 tahun, bisa berisiko pada kematian, selain kehamilan di usia 35 tahun ke atas. Risiko lain, lanjutnya, hamil di usia muda juga rentan terjadinya pendarahan, keguguran, hamil anggur dan hamil prematur di masa kehamilan.

“Risiko meninggal dunia akibat keracunan kehamilan juga banyak terjadi pada wanita yang melahirkan di usia dini. Salah satunya penyebab keracunan kehamilan ini adalah tekanan darah tinggi atau hipertensi,” ujarnya.

Dikatakan Yasa, anatomi tubuh wanita yang berusia di bawah 16 atau 19 tahun masih dalam pertumbuhan, termasuk juga pinggul dan rahimnya. Jadi kalau hamil dan melahirkan akan berisiko lahir susah hingga kematian.

Sementara Irwansyah Dani, dokter umum sekaligus konsultan kecantikan dan kesehatan wanita di Samarinda menjelaskan, usia di bawah 15 tahun masuk dalam tahap pertumbuhan. Termasuk pada perut dan rahim anak perempuan. “Sehingga jika di usia muda itu hamil dan melahirkan, risiko kematiannya sangat besar. Sebab, tubuhnya tidak akan kuat menahan sakit,” sebutnya.

Risiko lain katanya, dari sisi psikologis. Secara mental atau emosional, anak seusia itu masih ingin menikmati kebebasan. Entah itu bersekolah, bermain, atau melakukan hal-hal lain yang biasa dilakukan oleh anak-anak atau remaja pada umumnya.

"Dengan demikian, dilihat dari segi apapun, anak banyak dirugikan. Maka itu, orangtua wajib berpikir masak-masak jika ingin menikahkan anaknya yang masih di bawah umur," ujarnya.

Dia bahkan mengatakan, pernikahan dini bisa dikategorikan kekerasan psikis dan seks. Si anak akan mengalami trauma ketika melakukan hubungan seks pertama kali. “Itu karena emosinya yang masih labil,” tutur Irwan.

Ia juga menambahkan, masih tingginya kasus kematian ibu dan anak di Indonesia sebaiknya menjadi perhatian para orangtua. Jika belum siap secara fisik maupun mental untuk menikah tambahnya, sebaiknya jangan dulu menikah.

"Lebih baik menikah saat usia sudah benar-benar matang, fisik dan mental sudah siap. Kalau nikah di usia anak-anak atau remaja, banyak risiko dan efek jangka panjangnya yang sangat tidak baik bagi anak itu sendiri," pungkasnya.

Bagaimana pengalaman mereka yang menikah di usia dini? Anayanti, warga Jl. DI. Pandjaitan Samarinda, menikah saat berusia 14 tahun. Dia mengakui saat melahirkan, ia harus berjuang mati-matian.

“Waktu hamil muda, dokter sudah mengingatkan, kandungan saya tak kuat. Bahkan bisa melahirkan bayi prematur. Dokter juga bilang, pada waktu melahirkan nanti, rasanya sakit sekali. Ternyata benar. Bisa dibilang, air mata saya kering karena menahan sakit sewaktu melahirkan. Tapi untungnya saya dan bayi saya selamat. Padahal, dokter sempat bilang pada suami saya nadi saya lemah sekali,” katanya.

H. Kesimpulan

Sungguh melihat dari manfaat dan keampuhan nikah dini dalam menanggulangi dampak globalisasi maka marilah kiat membuka mata kita untuk melihat nikah dini dengan lebih positif.

Menjaga para remaja agar tidak tenggelam dalam keburukan adalah suatu hal yang tidak bisa kita tunda, maka membudayakan nikah dini adalah salah satu altelnatifnya. Akan tetapi tetap perlu adanya bimbingan orang tua agar efek buruknya dapat diminialisir.

Mari kita lakukan yang terbaik untuk para remaj kita, semoga tulisan ini bermanfaaat.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya

Suryadi, Sukses Menikah Saat Kuliah ( Depok, Pustaka Nauka,2005 )

Abdullah udik, Kuliah Kerja dan Nikah Asyik Banget ( Jogjakarta, Pro-U Media, 2006 )

Sadiida,Qoulan, Jangan Takut Menikah Saat Kuliah ( Surakarta, Mandiri Visi media, 2005 )

Suryadi, Sukses Menikah Saat Kuliah ( Depok, Pustaka Nauka,2005 ) hal. 17-18

ibid,hal.16

ibid,hal.20-21

ibid,hal.22-24

ibid, hal.31-40

Abdullah udik, Kuliah Kerja dan Nikah Asyik Banget ( Jogjakarta, Pro-U Media, 2006 ) hal. 175-182

Sadiida,Qoulan, Jangan Takut Menikah Saat Kuliah ( Surakarta, Mandiri Visi media, 2005 ) hal.117-126

DAMPAK PERNIKAHAN DINI (PERKAWINAN DIBAWAH UMUR)

Baru saja kita mendengar berita diberbagai media tentang kyai kaya yang menikahi anak perempuan yang masih belia berumur 12 tahun. Berita ini menarik perhatian khalayak karena merupakan peristiwa yang tidak lazim. Apapun alasannya, perkawinan tersebut dari tinjauan berbagai aspek sangat merugikan kepentingan anak dan sangat membahayakan kesehatan anak akibat dampak perkawinan dini atau perkawinan di bawah umur. Berbagai dampak pernikahan dini atau perkawinan dibawah umur dapat dikemukakan sbb.:
A. Dampak terhadap hukum
Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:
1. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 7 (1) Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Pasal 6 (2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.

2. UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 26 (1) Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak
b. menumbuh kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya dan;
c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak-anak.

3. UU No.21 tahun 2007 tentang PTPPO
Patut ditengarai adanya penjualan/pemindah tanganan antara kyai dan orang tua anak yang mengharapkan imbalan tertentu dari perkawinan tersebut.
Amanat Undang-undang tersebut di atas bertujuan melindungi anak, agar anak tetap memperoleh haknya untuk hidup, tumbuh dan berkembang serta terlindungi dari perbuatan kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi.
Sungguh disayangkan apabila ada orang atau orang tua melanggar undang-undang tersebut. Pemahaman tentang undang-undang tersebut harus dilakukan untuk melindungi anak dari perbuatan salah oleh orang dewasa dan orang tua. Sesuai dengan 12 area kritis dari Beijing Platform of Action, tentang perlindungan terhadap anak perempuan.
B. Dampak biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.

c. Dampak psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
d. Dampak sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja. Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
e. Dampak prilaku seksual menyimpang
Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang gemar berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah pedofilia. Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal (menggunakan seks anak), namun dikemas dengan perkawinan se-akan2 menjadi legal. Hal ini bertentangan dengan UU.No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya pasal 81, ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun dan pidana denda maksimum 300 juta dan minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak diambil tindakan hukum terhadap orang yang menggunakan seksualitas anak secara ilegal akan menyebabkan tidak ada efek jera dari pelaku bahkan akan menjadi contoh bagi yang lain.

Dari uraian tersebut jelas bahwa pernikahan dini atau perkawinan dibawah umur (anak) lebih banyak mudharat daripada manfaatnya. Oleh karena itu patut ditentang. Orang tua harus disadarkan untuk tidak mengizinkan menikahkan/mengawinkan anaknya dalam usia dini atau anak dan harus memahami peraturan perundang-undangan untuk melindungi anak. Masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak dapat mengajukan class-action kepada pelaku, melaporkan kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesai (KPAI), LSM peduli anak lainnya dan para penegak hukum harus melakukan penyelidikan dan penyidikan untuk melihak adanya pelanggaran terhadap perundangan yang ada dan bertindak terhadap pelaku untuk dikenai pasal pidana dari peraturan perundangan yang ada. (UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Perkawinan, UU PTPPO).
original post: dwp.or.id

PERNIKAHAN DINI DALAM TINJAUAN FIQIH ISLAM

Oleh : Muhammad Shiddiq Al Jawi*


1. Pendahuluan
Kecenderungan untuk menikah dini bagi mahasiswa muslim, nampaknya menunjukkan trend meningkat belakangan ini. Sebab pernikahan dini dianggap bisa menjadi obat untuk mengatasi problem sosial yang ada. Problem yang dimaksud, berkaitan dengan keberadaan gharizatun nau’ (naluri melangsungkan keturunan) pada diri mereka dalam konteks masyarakat sekuler yang liberal. Problem ini lahir karena 2 (dua) faktor sosial : Pertama, masyarakat sekuler yang liberal banyak menyuguhkan stimulus-stimulus yang membangkitkan nafsu seksual, baik berupa kenyataan sosial yang buruk seperti pergaulan bebas dan prostitusi, maupun sarana-sarana yang memanjakan syahwat rendahan, seperti film, VCD, tabloid, novel, internet, dan sebagainya. Kedua, adanya semacam kebijakan/program nasional yang “memaksa” para pemuda dan pemudi untuk menunda usia pernikahannya, demi pembatasan jumlah penduduk. Karena katanya jumlah penduduk yang banyak akan meningkatkan berbagai kebutuhan. Sementara di sisi lain konon sumber daya untuk memuaskan kebutuhan itu sangat terbatas.
Kedua faktor itu bersinergi secara negatif menciptakan suatu kondisi yang sangat menyiksa generasi muda. Betapa tidak. Di satu sisi banyaknya rangsangan seksual membuat nafsu para pemuda bergejolak. Sementara di sisi lain terdapat semacam opini umum yang mencela pernikahan dini akibat kampanye-kampanye yang membosankan (dan tidak menyelesaikan masalah) bahwa usia pernikahan minimal adalah sekian tahun. Resahlah para pemuda dan pemudi. Nah, dalam kondisi demikian itu, wajarlah bila pernikahan dini dianggap sebagai obat yang didambakan kawula muda.
Namun demikian, ulama menasehatkan bahwa “Al Ilmu qabla al-‘amal (ilmu itu mendahului amal).” Maka untuk menjalankan pernikahan dini, seorang mahasiswa muslim wajib memahami ketentuan Syariat Islam yang bertalian dengan pernikahan dini. Sebab dalam Syariat Islam, seorang mukallaf wajib memahami hukum suatu perbuatan sebelum melakukannya, sesuai kaidah syara’ :

Al ashlu fi al af’al at taqayyudu bi al hukmi asy syar’i

“Hukum asal dalam perbuatan-perbuatan (mukallaf) adalah terikat dengan hukum syara’” (Taqiyuddin An Nabhani, 1953, Asy Syakhshiyah Al Islamiyah Juz III, hal. 19).

Kaidah ini bermakna : perbuatan seorang muslim pasti mempunyai status hukum syara’, tidak terlepas atau terbebas dari ketentuan hukum-hukum Allah, apa pun juga perbuatan itu. Maka dari itu, seorang muslim wajib mengetahui hukum syara’ akan suatu perbuatan, sebelum dia melakukan perbuatan itu, apakah perbuatan itu wajib, sunnah, mubah, makruh, atau haram. Jika dia tidak mengetahui hukumnya, wajib baginya bertanya kepada orang-orang yang berilmu. Firman Allah SWT :

“Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (TQS An Nahl : 43)

Dengan demikian, seorang muslim wajib mengetahui hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan perbuatan yang dilakukannya. Jika perbuatan itu berkaitan dengan aktivitasnya sehari-hari, atau akan segera dia laksanakan, hukumnya fardhu ‘ain untuk mempelajari dan mengetahui hukum-hukumnya.Misalnya seorang dokter, maka dia wajib ‘ain untuk mengetahui hukum pengobatan, definisi hidup atau mati, otopsi, dan sebagainya. Seorang pedagang, wajib ‘ain untuk mengetahui hukum jual beli, sewa menyewa, hutang piutang, dan sebagainya. Seorang muslim yang akan menikah, wajib ‘ain baginya untuk mengetahui hukum-hukum seperti hukum khitbah, akad nikah, nafkah, hak-kewajiban suami isteri, thalaq, ruju’, dan sebaginya.
Adapun jika perbuatan itu tidak berkaitan dengan aktivitasnya sehari-hari, atau baru akan diamalkan di kemudian hari, hukumnya fardhu kifayah mengetahui hukum-hukumnya (Taqiyuddin An Nabhani, 1953, Asy Syakhshiyah Al Islamiyah Juz II, hal. 5-6). Misalkan seorang muslim yang mempelajari hukum-hukum jihad untuk diamalkan pada suatu saat nanti (tidak segera), maka hukumnya adalah fardhu kifayah. Demikian pula muslim yang belum akan segera melaksanakan haji, fardhu kifayah baginya untuk mempelajari hukum-hukum seputar ibadah haji. Termasuk hukum fardhu kifayah, adalah menguasai ilmu-ilmu keislaman sampai pada tingkat ahli (expert), misalnya menjadi ahli tafsir, ahli hadits, ahli ijtihad (mujtahid) dan sebagainya (Taqiyuddin An Nabhani, 1953, Asy Syakhshiyah Al Islamiyah Juz II, hal. 6).
Mempelajari hukum-hukum nikah hukumnya adalah fardhu bagi setiap muslim. Fardhu kifayah bagi mereka yang akan melaksanakannya di kemudian hari, dan fardhu ‘ain bagi yang akan bersegera melaksanakannya dalam waktu dekat.

2. Hukum Menikah dan Menikah Dini
Menikah hukum asalnya adalah sunnah (mandub) sesuai firman Allah SWT :

“Maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berbuat adil, maka (kawinilah) satu orang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” (TQS An Nisaa` : 3)

Perintah untuk menikah dalam ayat di atas merupakan tuntutan untukmelakukan nikah (thalab al fi’il). Namun tuntutan tersebut tidak bersifat pasti/keharusan (ghairu jazim) karena adanya kebolehan memilih antara kawin dan pemilikan budak (milku al yamin). Maka tuntutan tersebut merupakan tuntutan yang tidak mengandung keharusan (thalab ghair jazim) atau berhukum sunnah, tidak wajib.
Namun hukum asal sunnah ini dapat berubah menjadi hukum lain, misalnya wajib atau haram, tergantung keadaan orang yang melaksanakan hukum nikah. Jika seseorang tidak dapat menjaga kesucian (‘iffah) dan akhlaknya kecuali dengan menikah, maka menikah menjadi wajib baginya. Sebab, menjaga kesucian (‘iffah) dan akhlak adalah wajib atas setiap muslim, dan jika ini tak dapat terwujud kecuali dengan menikah, maka menikah menjadi wajib baginya, sesuai kaidah syara’ :

Ma la yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib

“Jika suatu kewajiban tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib juga hukumnya.” (Taqiyuddin An Nabhani, 1953, Asy Syakhshiyah Al Islamiyah Juz III, hal. 36-37)

Dapat juga pernikahan menjadi haram, jika menjadi perantaraan kepada yang haram, seperti pernikahan untuk menyakiti isteri, atau pernikahan yang akan membahayakan agama isteri/suami. Kaidah syara’ menyatakan :

Al wasilah ila al haram muharramah

“Segala perantaraan kepada yang haram hukumya haram.” (Taqiyuddin An Nabhani, 1953, Muqaddimah Ad Dustur, hal. 86)

Adapun menikah dini, yaitu menikah dalam usia remaja atau muda, bukan usia tua, hukumnya menurut syara' adalah sunnah (mandub). (Taqiyuddin an Nabhani, 1990, An Nizham Al Ijtima’i fi Al Islam, hal. 101). Sabda Nabi Muhammad SAW :

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu, hendaknya kawin, sebab kawin itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu.” (HR. Bukhari dan Muslim) (HSA Al Hamdani, 1989, Risalah Nikah, hal. 18)

Hadits tersebut mengandung seruan untuk menikah bagi “para pemuda” (asy syabab), bukan orang dewasa (ar rijal) atau orang tua (asy syuyukh). Hanya saja seruan itu tidak disertai indikasi (qarinah) ke arah hukum wajib, maka seruan itu adalah seruan yang tidak bersifat harus (thalab ghairu jazim), alias mandub (sunnah).
Pengertian pemuda (syab, jamaknya syabab) menurut Ibrahim Anis et. al (1972) dalam kamus Al Mu’jam Al Wasith hal. 470 adalah orang yang telah mencapai usia baligh tapi belum mencapai usia dewasa (sinn al rujuulah). Sedang yang dimaksud kedewasaan (ar rujulah) adalah “kamal ash shifat al mumayyizah li ar rajul” yaitu sempurnanya sifat-sifat yang khusus/spesifik bagi seorang laki-laki (Ibid, hal. 332).

3. Hukum Yang Bertalian dengan Menikah Dini
Menikah dini hakikatnya adalah menikah juga, hanya saja dilakukan oleh mereka yang masih muda dan segar, seperti mahasiswa atau mahasiswi yang masih kuliah. Maka dari itu hukum yang berkaitan dengan nikah dini ada yang secara umum harus ada pada semua pernikahan, namun ada pula hukum yang memang khusus yang bertolak dari kondisi khusus, seperti kondisi mahasiswa yang masih kuliah yang mungkin belum mampu memberi nafkah secara layak.
Hukum umum tersebut yang terpenting adalah kewajiban memenuhi syarat-syarat sebagai persiapan sebuah pernikahan. Kesiapan nikah dalam tinjaun fiqih paling tidak diukur dengan 3 (tiga) hal :
Pertama, kesiapan ilmu, yaitu kesiapan pemahaman hukum-hukum fiqih yang berkaitan dengan urusan pernikahan, baik hukum sebelum menikah, seperti hukum khitbah (melamar), pada saat nikah, seperti syarat dan rukun aqad nikah, maupun sesudah nikah, seperti hukum nafkah, thalak, dan ruju`. Syarat pertama ini didasarkan pada prinsip bahwa fardhu ain hukumnya bagi seorang muslim mengetahui hukum-hukum perbuatan yang sehari-hari dilakukannya atau yang akan segera dilaksanakannya.
Kedua, kesiapan materi/harta. Yang dimaksud harta di sini ada dua macam, yaitu harta sebagai mahar (mas kawin) (lihat QS An Nisaa` : 4) dan harta sebagai nafkah suami kepada isterinya untuk memenuhi kebutuhan pokok/primer (al hajat al asasiyah) bagi isteri yang berupa sandang, pangan, dan papan (lihat QS Al Baqarah : 233, dan Ath Thalaq : 6). Mengenai mahar, sebenarnya tidak mutlak harus berupa harta secara materiil, namun bisa juga berupa manfaat, yang diberikan suami kepada isterinya, misalnya suami mengajarkan suatu ilmu kepada isterinya. Adapun kebutuhan primer, wajib diberikan dalam kadar yang layak (bi al ma’ruf) yaitu setara dengan kadar nafkah yang diberikan kepada perempuan lain semisal isteri seseorang dalam sebuah masyarakat (Abdurrahman Al Maliki, 1963, As Siyasah Al Iqtishadiyah Al Mutsla, hal. 174-175).
Ketiga, kesiapan fisik/kesehatan khususnya bagi laki-laki, yaitu maksudnya mampu menjalani tugasnya sebagai laki-laki, tidak impoten. Imam Ash Shan’ani dalam kitabnya Subulus Salam juz III hal. 109 menyatakan bahwa al ba`ah dalam hadits anjuran menikah untuk para syabab di atas, maksudnya adalah jima’. Khalifah Umar bin Khaththab pernah memberi tangguh selama satu tahun untuk berobat bagi seorang suami yang impoten (Taqiyuddin An Nabhani, 1990, An Nizham Al Ijtima’i fi Al Islam, hal.163). Ini menunjukkan keharusan kesiapan “fisik” ini sebelum menikah.
Ini adalah kesiapan menikah yang berlaku umum baik untuk yang menikah dini maupun yang tidak dini. Sedang hukum-hukum khusus untuk pernikahan dini dalam konteks pernikahan yang terjadi saat mahasiswa masih kuliah, adalah sebagai berikut :

a. Hukum Menikah Bagi Mahasiswa, Sedang Dia Masih Dapat Menjaga Dirinya
Mahasiswa yang masih kuliah, berarti mereka sedang menjalani suatu kewajiban, yaitu menuntut ilmu. Sedangkan menikah hukum asalnya adalah tetap sunnah baginya, tidak wajib, selama dia masih dapat memelihara kesucian jiwa dan akhlaqnya, dan tidak sampai terperosok kepada yang haram meskipun tidak menikah. Karena itu, dalam keadaan demikian harus ditetapkan kaidah aulawiyat (prioritas hukum), yaitu yang wajib harus lebih didahulukan daripada yang sunnah. Artinya, kuliah harus lebih diprioritaskan daripada menikah.
Jika tetap ingin menikah, maka hukumnya tetap sunnah, tidak wajib, namun dia dituntut untuk dapat menjalankan dua hukum tersebut (menuntut ilmu dan menikah) dalam waktu bersamaan secara baik, tidak mengabaikan salah satunya, disertai dengan keharusan memenuhi kesiapan menikah seperti diuraikan di atas, yakni kesiapan ilmu, harta, dan fisik.

a. Hukum Menikah Bagi Mahasiswa, Sedang Dia Tidak Dapat Menjaga Dirinya
Sebagian mahasiswa mungkin tidak dapat menjaga dirinya, yaitu jika tidak segera menikah maka dia akan terjerumus kepada perbuatan maksiat, seperti zina. Maka jika benar-benar dia tidak dapat menghindarkan kemungkinan berbuat dosa kecuali dengan jalan menikah, maka hukum asal menikah yang sunnah telah menjadi wajib baginya, sesuai kaidah syariat :

Ma la yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib

“Jika suatu kewajiban tidak sempurna kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu wajib juga hukumnya.”

Hukum menikah yang telah menjadi wajib ini akan bertemu dengan kewajiban lainnya, yaitu menuntut ilmu, sebab kedua kewajiban ini harus dilakukan pada waktu yang sama. Jadi ini memang cukup berat dan sulit. Tapi apa boleh buat, kalau menikah wajib dilaksanakan mahasiswa pada saat kuliah, maka Syariat Islam pun tidak mencegahnya. Hanya saja, hal ini memerlukan keteguhan jiwa (tawakkal), manajemen waktu yang canggih, dan sekaligus mewajibkan mahasiswa tersebut memenuhi syarat-syaratnya, yaitu :
Pertama, kewajiban menuntut ilmu tidak boleh dilalaikan. Sebab, di samping menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim (HR. Ibnu Majah), menuntut ilmu juga merupakan amanat dari orang tua yang wajib dilaksanakan. Syariat Islam telah mewajibkan kita untuk selalu memelihara amanat dengan sebaik-baiknya, dan ingatlah bahwa melalaikan amanat adalah dosa dan ciri seorang munafik. Allah SWT berfirman :

“Dan (orang-orang beriman) adalah orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (TQS Al Mu`minun : 8)

Kedua, kewajiban yang berkaitan dengan kesiapan pernikahan harus diwujudkan, khususnya kesiapan memberikah nafkah. Jika mahasiswa sudah bekerja sehingga mampu memberi nafkah kepada isterinya kelak secara patut dan layak, maka menikah saat kuliah tidak menjadi masalah. Namun perlu diingat, bekerja memerlukan waktu, pikiran, dan tenaga yang tidak sedikit. Perhatikan betul manajemen waktu agar kuliah tidak ngelantur dan terbengkalai. Adapun jika mahasiswa sudah bekerja namun gajinya tidak mencukupi, atau tidak bekerja sama sekali karena tidak memungkinkan karena kesibukan kuliah, maka kewajiban nafkah berpindah kepada ayah mahasiswa. Sebab mahasiswa tersebut berada dalam keadaan tidak mampu secara hukum (‘ajiz hukman), maka dia wajib mendapat nafkah dari orang yang wajib menafkahinya, yaitu ayahnya (Abdurrahman Al Maliki, 1963, As Siyasah Al Iqtishadiyah Al Mutsla, hal. 165). Syara’ telah mewajibkan seorang ayah menafkahi anaknya sesuai firman-Nya :

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu secara ma’ruf (layak).” (TQS Al Baqarah : 233)

‘A`isyah meriwayatkan bahwa Hindun pernah berkata kepda Rasulullah,”Wahai Rasulullah, Abu Sufyan (suaminya) adalah seorang lelaki bakhil, dia tidak mencukupi nafkah untukku dan anakku, kecuali aku mengambil hartanya sedang dia tidak tahu.” Nabi SAW bersabda,”Ambillah apa yang mencukupi untukmu dan anakmu secara ma’ruf.” (Abdurrahman Al Maliki, 1963, As Siyasah Al Iqtishadiyah Al Mutsla, hal. 166)

Sebenarnya nafkah ayah kepada anak (walad) hanya sampai anak itu baligh, atau sampai anak itu mampu mencari nafkah sendiri. Namun kalau anak itu tidak mampu secara nyata/fisik (‘ajiz fi’lan) seperti cacat, atau tidak mampu secara hukum (‘ajiz hukman) –walaupun sudah baligh atau sudah bekerja tapi tidak cukup— maka sang ayah tetap berkewajiban memberikan nafkah. Jika ayah tidak mampu, maka kewajiban nafkah ini berpindah kepada kerabat-kerabat (al ‘aqarib) atau ahli waris (al warits) si lelaki (mahasiswa) sesuai firman-Nya :

“Dan warispun berkewajiban demikian (yaitu memberikan nafkah).” (TQS Al Baqarah : 233)

Ayat di atas merupakan kelanjutan (‘athaf) dari ayat :

“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu secara ma’ruf (layak).” (TQS Al Baqarah : 233)

Karenanya, jika ayah tidak mampu juga memberikan nafkah, maka kewajiban ini berpindah kepada kerabat atau ahli waris mahasiswa. Jika kerabat juga miskin atau tidak mampu, sebenarnya Syariat Islam tetap memberikan jalan keluar, yaitu nafkahnya menjadi tanggung jawab negara (Daulah Khilafah Islamiyah) sebab negara dalam Islam berkewajiban menanggung nafkah orang-orang miskin yang menjadi rakyatnya (Abdurrahman Al Maliki, 1963, As Siyasah Al Iqtishadiyah Al Mutsla, hal. 172).

4. Kewajiban Menjaga Pergaulan Pria-Wanita Untuk Menjaga Kesucian Jiwa (‘Iffah)
Syariat Islam sebenarnya telah secara preventif menetapkan hukum-hukum yang jika dilaksanakan, kesucian jiwa dan akhlaq akan terjaga, dan para pemuda terhindar dari kemungkinan berbuat dosa, seperti pacaran dan zina. Berikut ini beberapa hukum tersebut :

1). Islam telah memerintahkan baik kepada laki-laki maupun wanita agar menundukkan pandangannya serta memelihara kemaluannya, dengan firman Allah SWT :

"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman,’Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat’. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemauannya." (TQS An-Nur:30-31)

2). Islam telah memerintahkan kaum laki-laki maupun kaum wanita agar menjauhi perkara-perkara yang syubhat, dan menganjurkan sikap hati-hati agar tidak tergelincir dalam perbuatan ma'siyat kepada Allah, serta menjauhkan diri dari pekerjaan, atau tempat apa pun tidak berbaur dengan kondisi dan situasi apapun yang di dalamnya terdapat syubhat, supaya mereka tidak terjerembab dalam perbuatan yang haram. Rasulullah SAW bersabda :

"Sesungguhnya yang halal telah jelas, begitu pula yang haram telah jelas; dan diantara dua perkara itu terdapat syubhat yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barang siapa berhati-hati dengan tindakan syubhat sesungguhnya ia telah menjaga agama dan dirinya, dan barang siapa yang melakukan tindakan syubhat, maka ia telah melakukan tindakan yang haram, sebagaimana halnya seorang penggembala yang menggembalakan kembingnya di seputar pagar, kadang-kadang bisa jatuh melewati pagar itu. Ketahuilah sesungguhnya setiap penguasa memiliki pagar pembatas, dan sesungguhnya pagar (batas) Allah adalah apa yang diharamkannya." (HR. Bukhari)

3). Bagi mereka yang tidak mungkin melakukan pernikahan disebabkan oleh keadaan tertentu, hendaknya memiliki sifat 'iffah, dan mampu mengendalikan nafsu. Allah SWT berfirman :

"Dan orang-orang yang tidak mampu kawin, hendaklah menjaga kesucian (diri)nya sehingga Allah memberikan kepada mereka kemampuan dengan karunia-Nya." (TQS. An Nur : 33)

4). Islam melarang kaum laki-laki dan wanita satu sama lain melakukan khalwat. Yang dimaksud dengan khalwat adalah berkumpulnya seorang laki-laki dan seorang wanita di suatu tempat yang tidak memberikan kemungkinan seorang pun untuk masuk tempat itu kecuali dengan izin kedua orang tadi, seperti misalnya berkumpul di rumah, atau tempat yang sunyi yang jauh dari jalan dan orang-orang. Sabda Nabi SAW :

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah jangan melakukan khalwat dengan seorang wanita yang tidak disertai mahram, karena sesungguhnya yang ketiga itu adalah syaithan."

5). Islam melarang kaum wanita melakukan tabarruj, sebagaimana firman Allah :

"Dan perempuan-perempuan tua yang telah berhenti (dari haidh dan mengandung) yang tidak ingin kawin lagi, tidaklah dosa atas mereka menanggalkan pakaian mereka dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasannya (bertabarruj)." (TQS. An-Nur : 60)

6). Islam memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian sempurna, yang menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya; dan hendaknya mereka mengulurkan pakaiannya sehingga mereka dapat menutupi tubuhnya. Allah SWT berfirman :
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimar) ke dadanya." (TQS An Nuur: 31)

"Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: 'Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." (TQS Al Ahzab: 59)

7). Islam melarang seorang wanita melakukan safar (perjalanan) dari suatu tempat ke tempat lain selama perjalanan sehari semalam, kecuali apabila disertai dengan mahramnya. Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak dibolehkan seorang wanita yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam kecuali bila disertai mahramnya."

8) Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus hendaknya jamaah kaum wanita terpisah (infishal) dari jamaah kaum pria, begitu juga di dalam masjid, di sekolah dan lain sebagainya. Islam telah menetapkan seorang wanita hendaknya hidup di tengah tengah kaum wanita, sama halnya dengan seorang pria hendaknya hidup di tengah tengah kaum pria. Islam menjadikan shaf shalat kaum wanita di bagian belakang dari shaf shalat kaum pria, dan menjadikan kehidupan wanita hanya bersama dengan para wanita atau mahram-mahramnya. Wanita dapat melakukan aktivitas yang bersifat umum seperti jual beli dan sebagainya, tetapi begitu selesai hendaknya segera kembali hidup bersama kaum wanita atau mahram-mahramnya.

9). Islam sangat menjaga agar hubungan kerjasama antara pria dan wanita hendaknya bersifat umum dalam urusan muamalah, bukan hubungan yang bersifat khusus seperti saling mengunjungi antara wanita dengan pria yang bukan mahramnya, atau jalan jalan bersama. Sebab, tujuan kerjasama dalam hal ini agar wanita dapat segera mendapatkan apa yang menjadi hak-haknya dan kemaslahatannya, di samping untuk melaksanakan apa yang menjadi kewajiban-kewajibannya.

5. Kesimpulan
Dari seluruh uraian yang diuraikan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
Pertama, Setiap muslim wajib terikat dengan hukum syara’ dalam setiap perbuatannya, termasuk dalam hal menikah dini.
Kedua, Menikah dan juga menikah dini adalah sunnah.
Ketiga, Menikah dini sunnah bagi mahasiswa yang masih dapat mengendalikan diri.
Keempat, Menikah dini wajib bagi mahasiswa yang tidak dapat lagi mengendalikan diri.
Kelima, Menikah dini dalam dua keadaan tersebut mensyaratakan adanya kesiapan ilmu, harta (nafkah), dan fisik, di samping mensyaratkan tetap adanya kemampuan melaksanakan kewajiban kuliah (menuntut ilmu).
Keenam, Islam telah menetapkan hukum-hukum preventif agar para pemuda dan pemudi terhindar dari rangsangan dan godaan untuk berbuat maksiat. [ ]

- - - - -

**Staf Pengajar Jurusan Ekonomi Islam STAIN Surakarta-SEM Institute, Yogyakarta. Pernah nyantri di PP Nurul Imdad dan PP Al-Azhhar, Bogor. Menikah saat masih kuliah di IPB Bogor.
original post: husnita.multiply.com

GIZI BURUK

GIZI BURUK
Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan
asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Anak
disebut gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai (selama 3
bulan berturut-turut tidak naik) dan tidak disertai tanda-tanda bahaya.
Penyebab terjadinya gizi buruk secara langsung antara lain:
1) Penyapihan yang terlalu dini
2) Kurangnya sumber energi dan protein dalam makanan TBC
3) Anak yang asupan gizinya terganggu karena penyakit bawaan seperti
jantung atau metabolisme lainnya.
Penyebab tidak langsung:
1) Daya beli keluarga rendah/ ekonomi lemah
2) Lingkungan rumah yang kurang baik
3) Pengetahuan gizi kurang
4) Perilaku kesehatan dan gizi keluarga kurang
Dampak gizi buruk pada anak terutama balita
1) Pertumbuhan badan dan perkembangan mental anak sampai dewasa terhambat.
2) Mudah terkena penyakit ispa, diare, dan yang lebih sering terjadi.
3) Bisa menyebabkan kematian bila tidak dirawat secara intensif.
Ada tiga tipe gizi buruk, antara lain:
1) Marasmus:
Anak sangat kurus, wajah seperti orang tua, cengeng dan rewel, rambut
tipis, jarang, kusam, berubah warna, kulit keriput karena lemak di bawah
kulit berkurang, iga gambang, bokong baggy pant, perut cekung, wajah
bulat sembab.
2) Kwarsiorkor:
rewel, apatis, rambut tipis, warna jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,
kedua punggung kaki bengkak, bercak merah kehitaman, di tungkai atau
bokong.
3) Gabungan dari marasmus dan kwarsiorkor

PENANGGULANGAN MASALAH GIZI BURUK

I. Latar belakang masalah

1. Terjadi ledakan kasus gizi buruk di beberapa daerah (NTB, NTT, Lampung, Banten)
2. Prevalensi gizi kurang dan gizi buruk tinggi dan selama beberapa tahun terakhir penurunannya sangat lambat
3. Penyebab kejadian gizi buruk :
a. Kemiskinan
b. Karena pola asuh yang tidak baik
c. Adanya penyakit kronis
4. Kejadian gizi buruk tidak terjadi secara akut tetapi ditandai dengan kenaikan berat badan anak yang tidak cukup selama beberapa bulan sebelumnya yang bisa diukur dengan melakukan penimbangan secara bulanan
5. Sebagian besar kasus gizi kurang dan gizi buruk dengan tatalaksana gizi buruk dapat dipulihkan di Puskesmas/RS

II. Tujuan
Umum : menurunkan angka gizi buruk dari 8,5% menjadi 5% pada akhir 2009 (target RPJM 2005-2009)
Khusus :
1. Meningkatkan cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan bulanan balita di posyandu
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana kasus gizi buruk di puskesmas/RS dan rumah tangga
3. Menyediakan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan asuhan gizi kepada anak (ASI/MP-ASI)
5. Memberikan suplementasi gizi (kapsul Vit.A) kepada semua balita

III. Strategi
1. Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemantauan pertumbuhan
2. Melibatkan peran aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, pemuka adat dan kelompok potensial lainnya.
3. Meningkatkan cakupan dan kualitas melalui peningkatan keterampilan tatalaksana gizi buruk
4. Menyediakan sarana pendukung (sarana dan prasarana)
5. Menyediakan dan melakukan KIE
6. Meningkatkan kewaspadaan dini KLB gizi buruk

IV. Kegiatan
1. Deteksi dini gizi buruk melalui bulan penimbangan balita di posyandu
Melengkapi kebutuhan sarana di posyandu (dacin, KMS/Buku KIA, RR)
Orientasi kader
Menyediakan biaya operasional
Menyediakan materi KIE
Menyediakan suplementasi kapsul Vit. A
2. Tatalaksana kasus gizi buruk
Menyediakan biaya rujukan khusus untuk gizi buruk gakin baik di puskesmas/RS (biaya perawatan dibebankan pada PKPS BBM)
Kunjungan rumah tindak lanjut setelah perawatan di puskesmas/RS
Menyediakan paket PMT (modisko, MP-ASI) bagi pasien paska perawatan
Meningkatkan ketrampilan petugas puskesmas/RS dalam tatalaksana gizi buruk
3. Pencegahan gizi buruk
Pemberian makanan tambahan pemulihan (MP-ASI) kepada balita gakin yang berat badannya tidak naik atau gizi kurang
Penyelenggaraan PMT penyuluhan setiap bulan di posyandu
Konseling kepada ibu-ibu yang anaknya mempunyai gangguan pertumbuhan
4. Surveilen gizi buruk
Pelaksanaan pemantauan wilayah setempat gizi (PWS-Gizi)
Pelaksanaan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa gizi buruk
Pemantauan status gizi (PSG)
5. Advokasi, sosialisasi dan kampanye penanggulangan gizi buruk
Advokasi kepada pengambil keputusan (DPR, DPRD, pemda, LSM, dunia usaha dan masyarakat)
Kampanye penanggulangan gizi buruk melalui media efektif

6. Manajemen program:
Pelatihan petugas
Bimbingan teknis

lusi Blog © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO